MAKNA AL-‘AFUW SECARA BAHASA
Ibnu Fâris rahimahullah menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan
dua makna, salah satunya adalah meninggalkan sesuatu.[1]
Ibnul Atsîr rahimahullah berkata: "Nama Allah "al-'Afuw" adalah wazan
fa'ûl dari kata al-'afwu (memaafkan) yang berarti memaafkan perbuatan
dosa dan tidak menghukumnya, asal maknanya: menghapus dan
menghilangkan.[2]
Al-Fairuz Abadi rahimahullah berkata: "al-'Afwu adalah permaafan dan
pengampunan Allah k atas (dosa-dosa) makhluk-Nya, serta tidak memberikan
siksaan kepada orang yang pantas (mendapatkannya).[3]
PENJABARAN MAKNA NAMA ALLAH AL-‘AFUW
Al-'Afuw adalah zat yang maha menghapuskan dosa-dosa dan memaafkan perbuatan-perbuatan maksiat.[4]
Syaikh `Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla :
إنَّ اللهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun [al-Hajj/22:60]
Beliau berkata: "Artinya: Dia maha memaafkan orang-orang yang berbuat
dosa dengan tidak menyegerakan sikasaan bagi mereka, serta mengampuni
dosa-dosa mereka. Maka Allah Azza wa Jalla menghapuskan dosa dan
bekas-bekasnya dari diri mereka. Inilah sifat Allah Azza wa Jalla yang
tetap dan terus ada pada zat-Nya (yang Maha Mulia), dan inilah
perlakuan-Nya kepada hamba-hamba-Nya di setiap waktu, (yaitu) dengan
permaafan dan pengampunan…"[5] .
Makna inilah yang dimaksud dalam doa yang diajarkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dibaca pada malam lailatul qadr:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau suka memaafkan (hamba-Mu), maka maafkanlah aku [6].[7]
Dalam beberapa ayat al-Qur'ân Allah Azza wa Jalla menggandengkan nama
ini dengan nama-Nya yang lain yaitu "al-Ghafûr" (Maha Pengampun),
seperti dalam ayat di atas, demikian pula dalam surat an-Nisâ':43 dan
99. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَكَانَ الله ُعَفُوًّا غَفُوْرًا
Dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun [an-Nisâ'/4:99]
Kedua nama Allah Azza wa Jalla yang Maha Indah ini memang memiliki makna
yang hampir sama, meskipun nama Allah 'al-Afuw memiliki makna yang
lebih mendalam. Karena "pengampunan" mengisyaratkan arti as-sitru
(menutupi), sedangkan "pemaafan" mengisyaratkan arti al-mahwu
(menghapuskan) yang artinya lebih mendalam dalam penghapusan dosa.
Meskipun demikian, kedua nama Allah Azza wa Jalla ini jika disebutkan
sendirian maknanya mencakup keseluruhan arti tersebut.[8]
Sifat "memaafkan" dan "mengampuni" ini adalah sifat-sifat yang tetap dan
terus-menerus ada pada zat Allah yang Maha Mulia. Dan pengaruh baik
sifat-sifat ini senantiasa meliputi semua makhluk-Nya di siang dan malam
hari. Karena sifat "memaafkan" dan "mengampuni" (yang dimiliki)-Nya
meliputi semua makhluk, dosa dan perbuatan maksiat.
Padahal, mestinya perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan manusia
menjadikan mereka ditimpa berbagai macam siksaan, akan tetapi pemaafan
dan pengampunan-Nya menghalangi turunnya siksaan tersebut. Allah Azza wa
Jalla berfirman:
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَىٰ
ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَٰكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۖ
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيرًا
Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatan (dosa)
mereka, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu
makhluk yang melata pun, akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan)
mereka sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
[Fâthir/35:45]
Inilah kesempurnaan permaafan-Nya dan kalau bukan karena itu niscaya Dia
tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang
melatapun.[9]
Senada dengan ayat di atas, dalam sebuah hadits yang shahîh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada satupun yang lebih
bersabar menghadapi gangguan (celaan) yang didengarnya melebihi Allah
Azza wa Jalla , sungguh orang-orang (kafir) menyekutukan-Nya dan
mengatakan (bahwa) Dia mempunyai anak, (tapi bersamaan dengan itu) Dia
tetap memaafkan (menangguhkan siksaan) dan memberi rezki bagi
mereka"[10] .
PEMBAGIAN SIFAT AL-AFUW (MEMAAFKAN) DARI ALLAH AZZA WA JALLA.
Sifat al-afw (memaafkan) ini ada dua macam:
1. Pertama: Permaafan Allah Azza wa Jalla yang bersifat umum bagi semua
orang yang berbuat maksiat, dari kalangan orang-orang kafir maupun yang
selain mereka. Yaitu dengan tidak menimpakan siksaan yang telah ada
sebab-sebabnya, yang seharusnya menjadikan mereka terhalangi dari
kenikmatan duniawi yang mereka rasakan, padahal mereka menentang-Nya
dengan mencela-Nya (menisbatkan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya),
menyekutukan-Nya dan melakukan berbagai macam penyimpangan lainnya.
Meskipun demikian, Allah Azza wa Jalla tetap memaafkan (menangguhkan
siksaan-Nya), memberi rezki dan menganugerahkan berbagai macam
kenikmatan kepada mereka, yang lahir maupun batin.
2. Kedua: Permaafan dan pengampunan-Nya yang bersifat khusus bagi
orang-orang yang bertobat, meminta ampun, berdoa dan menghambakan diri
kepada-Nya, demikian pula bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat-Nya
dengan musibah-musibah yang menimpa mereka. Maka, semua orang yang
bertobat kepada-Nya dengan tobat yang nashûh [11], Allah akan mengampuni
dosa apapun yang dilakukannya, baik berupa kekafiran, kefasikan maupun
kemaksiatan lainnya. Semua dosa tersebut termasuk dalam keumuman firman
Allah Azza wa Jalla :
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا
تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang [az-Zumar/39:53][12]
PENGARUH POSITIF DAN MANFAAT MENGIMANI NAMA ALLAH "AL-AFUW"
Memahami nama Allah Azza wa Jalla yang Maha Agung ini merupakan pintu
utama untuk mencapai kedudukan yang tinggi di sisi-Nya, khususnya jika
setelah memahaminya dengan baik, kita berusaha merealisasikan kandungan
dan konsekuensi yang terkandung di dalamnya, yaitu melakukan istighfâr
(meminta ampun kepada Allah Azza wa Jalla ) secara kontinyu, meminta
permaafan, selalu bertobat, mengharapkan pengampunan dan tidak berputus
asa (dari rahmat-Nya). Hal itu, karena Allah Azza wa Jalla Maha Pemaaf
lagi Maha Pengampun, sangat mudah bagi-Nya untuk mengampuni dosa
(hamba-hamba-Nya) bagaimanapun besarnya dosa dan maksiat tersebut. Maka
seorang hamba senantiasa berada dalam kebaikan yang agung selama dia
selalu meminta permaafan dan mengharapkan pengampunan dari Allah. [13]
Renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut:
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman: "Seorang hamba melakukan
perbuatan dosa, kemudian dia berdoa: "Ya Allah ampunilah dosaku". Maka
Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia
meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas
perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya),
kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya rabbku ampunilah
dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat
dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha)
Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun
mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa:
"Ya Tuhanku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman:
"Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai
rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa, berbuatlah
sesukamu wahai hamba-Ku, maka sungguh Aku telah mengampunimu" . Yaitu:
"selama kamu terus bertobat, memohon dan kembali kepada-Ku".[14]
Syaikh `Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla :
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. [an-Nisâ'/4:43]
Beliau berkata: "Artinya: Allah memiliki banyak pemaafan dan pengampunan
bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan memudahkan dan meringankan
syariat-Nya bagi mereka, sehingga mudah bagi mereka untuk menunaikannya
dan tidak menyusahkan.
DIANTARA BENTUK PEMAAFAN ALLAH AZZA WA JALLA
Di antara bentuk permaafan dan pengampunan-Nya adalah Rahmat-Nya bagi
umat ini dengan mensyariatkan bersuci dengan tanah (debu) sebagai
pengganti air ketika tidak mampu menggunakan air.
Dan di antara permaafan dan pengampunan-Nya adalah Dia membukakan pintu
tobat dan kembali kepada-Nya bagi orang-orang yang berbuat dosa, bahkan
dia menyeru mereka untuk bertobat dan menjanjikan pengampunan bagi
dosa-dosa mereka.
Di antara permaafan dan pengampunan-Nya adalah bahwa seandainya seorang
Mukmin datang menghadap-Nya di akhirat nanti dengan membawa dosa sepenuh
bumi, tapi dia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka Dia akan
memberikan pada hamba-Nya itu pengampunan yang sepenuh bumi (pula)
[16].[17]
Di antara bentuk permaafan-Nya adalah bahwa perbuatan baik dan amalan
shaleh bisa menghapuskan perbuatan buruk dan dosa. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan buruk [Hûd/11:114]
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Ikutkanlah
perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka niscaya perbuatan baik itu
akan menghapuskan perbuatan buruk tersebut. [18]
Demikian juga di antara bentuk permaafan-Nya adalah bahwa semua musibah
yang menimpa pada diri seorang hamba, anak maupun hartanya, itu semua
akan menghapuskan dosa-dosanya, khususnya jika hamba itu mengharapkan
pahala dari musibah tersebut dan bersikap bersabar serta ridha (dengan
takdir Allah Azza wa Jalla terhadap dirinya).
Dan di antara bentuk permaafan-Nya yang agung adalah bahwa hamba-Nya
yang selalu menentang perintah-Nya dengan melakukan berbagai macam
maksiat dan dosa besar, tapi Dia selalu berlaku lembut dan memberikan
maaf-Nya kepadanya, kemudian dia melapangkan dada hamba-Nya itu untuk
bertobat kepada-Nya, dan Dia pun menerima taubatnya. Bahkan Allah Azza
wa Jalla bergembira dengan taubat hamba-Nya, padahal Allah Azza wa Jalla
Maha Kaya lagi Maha Terpuji, tidak akan memberi manfaat bagi-Nya
ketaatan orang-orang yang taat, sebagaimana tidak akan merugikan-Nya
kemaksiatan orang-orang yang berbuat maksiat . [19]
PENUTUP
Sesungguhnya pintu-pintu permaafan dan pengampunan Allah Azza wa Jalla
senantiasa terbuka lebar. Allah Azza wa Jalla senantiasa bersifat Maha
Pemaaf dan Pengampun. Sungguh, Allah Azza wa Jalla telah menjanjikan
pengampunan dan permaafan bagi orang-orang yang mengerjakan
sebab-sebabnya, sebagaimana dalam firman-Nya:
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ
Dan sesungguhnya Aku benar-benar Maha Pengampun bagi orang yang
bertobat, beriman, beramal shaleh kemudian tetap di jalan yang benar
[Thâhâ/20:82][20]
Demikianlah, semoga Allah Azza wa Jalla menganugerahkan kepada kita
permaafan-Nya dan memuliakan kita dengan pengampunan-Nya, sesungguhnya
Dia Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIII/1430H/2009M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Mu'jamu maqâyîsil lughah 4/45
[2]. An-Nihâyah fî gharîbil hadîts wal atsar 3/524
[3]. Al-Qamûs al-Muhîth hlm. 1693
[4]. Kitab Fiqhul asmâ-il husna hlm. 142
[5]. Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 388
[6]. HR at-Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Mâjah (no. 3850), dinyatakan shahîh oleh Syaikh al-Albâni.
[7]. Lihat kitab Faidhul Qadîr 2/239
[8]. Lihat kitab Fiqhul asmâ-il husnâ hlm. 142
[9]. Ibid hlm. 143
[10]. HSR al-Bukhâri no. 5748 dan Muslim 2804 dari Abu Mûsâ al-Asy'ari Radhiyallahu anhu.
[11]. Artinya: tobat yang murni untuk mengharapkan wajah Allah Azza wa
Jalla semata-mata, yang mencakup semua dosa, yang tidak disertai
keragu-raguan dan sikap bersikeras pada perbuatan dosa tersebut.
[12]. Lihat kitab Fiqhul asmâil husnâ hlm. 143
[13]. Ibid hlm. 145
[14]. HSR al-Bukhâri no. 7068 dan Muslim no. 2758
[15]. Lihat kitab Fiqhul asmâil husnâ hlm. 145
[16]. Sebagaimana yang disebutkan dalam HSR Muslim no. 2687, at-Tirmidzi no. 3540 dll.
[17]. Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 103
[18]. HR at-Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153, dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albâni.
[19]. Lihat kitab Fiqhul asmâil husnâ hlm. 144
[20]. Ibid hlm. 145