Saya akan memulai tulisan saya dengan mengutip sebuah puisi yang disampaikan oleh seorang pemikir asal
cina yaitu puisi karya Lau Tze, "Pergi dan temuilah masyarakatmu,
hiduplah dan tinggallah bersama mereka, cintai dan berkaryalah bersama mereka.
Mulailah dari apa yang telah mereka miliki, buatlah rencana bersama mereka lalu bangunlah rencana itu dari apa yang
mereka ketahui, sampai akhirnya, ketika pekerjaan usai, mereka akan berkata:
"Kamilah yang telah mengerjakannya."
Puisi menggambarkan tentang bagaimana seharusnya seorang Fasilitator
berbuat, puisi tersebut memiliki makna yang dalam. Dan saya akan mencoba menjabarkan
tiap-tiap kalimat tersebut:
Pergi
dan temuilah masyarakatmu: maksudnya bahwa seorang fasilitator jangan hanya mendatangi atau
mengunjungi masyarakat hanya padaa saat fasilitator “butuh” mereka ( red:
masyarakat ) apalagi jika seorang fasilitaor hanya bersikap seperti ( meminjam
istilah Mantan Korkot Wajo ; pak SULTAN ) pegawai pos, yang hanya membawakan
masyarakat format lalu kemudian meninggalkan mereka tanpa mlakukan bimbingan
kepada mereka.
hiduplah dan
tinggallah bersama mereka: maksudnya bahwa, fasilitator
tidak boleh meninggalkan lokasi tanpa adanya pendampingan. Misal, sudah tau
lagi sibuk-sibuknya melakukan siklus tapi malah jarang ada dilokasi dengan alasan
yang tidak masuk akal. Sehingga terkadang teman yang lain yang kerja rodi untuk
menyelesaikan itu.
cintai dan
berkaryalah bersama mereka: maksudnya
bahwa seorang fasilitator harus bersama-sama masyarakat melakukan kegiatan agar
masyarakat bisa belajar sambil berbuat dan tentunya bersama-sama fasilitator. Selain
itu fasilitator harus memberi penguatan-penguatan ( memberdayakan ) kepada
masyarakat. Tapi yang terjadi terkadang fasilitator sendiri yang terkadang tidak berdaya, sebagai contoh; untuk berbicara
didepan forum sangat sulit ( demam panggung ), tidak menguasai substansi
program dan Juklak serta Juknisnya ( KAK ) dan lain sebagainya.
Mulailah dari apa
yang telah mereka miliki: maksudnya bahwa fasilitator selain harus rajin
melakukan penguatan kepada masyarakat, fasilitaor harus bias mencari sumber daya
manusia yang bisa diandalkan untuk diajak kerjasama dalam hal melakukan
kegiatan, kalaupun sulit taupun tidak ada sumber daya manusia yang bias maka
mulailah dari “yang ada saja dulu” sembari melakukan penguatn-penguatan.
buatlah
rencana bersama mereka lalu bangunlah rencana itu dari apa yang mereka ketahui:
maksudnya bahwa betapa pentingnya
arti kebersamaan ( partisipasi aktif ) itu untuk dapat meraih sebuah cita-cita
ideal, apalagi mengingat bahwa merekalah warga setempat yang paling mengetahui
daerah mereka sendiri, bukan orang luar. Tanpa adanya kebersamaan maka tidak akan
ada kehidupan yang ideal.
"Kamilah yang
telah mengerjakannya." Kalimat
tersebut akan terwujud jika peran pendamping
fasilitator bisa dipahami dengan baik serta melaksanakannya dengan penuh
kedisiplinan.
Pemberdayaan
berarti memampukan dan memandirikan masyarakat. Upaya
pemberdayaan masyarakat wajib dipahami sebagai transformasi dari
ketergantungan menuju kemandirian. Hadirnya para pendamping/ fasilitator bukanlah aktor yang
serba mumpuni, ia tak lebih dari sekadar penggerak, pendorong dan
pembelajar. Karena itu para pendamping/fasilitator ini lebih pada upaya
menaikkan daya ungkit (leverage) masyarakat dalam pengentasan
kemiskinan.
Persoalan yang sering muncul di dalam pendampingan masyarakat adalah tidak berfungsinya fasilitator lapangan. Akibat terbatasanya pengetahuan social kultur masyarakat, keterbatasan pemahaman andragogi, keterbatasan informasi yang diperlukan untuk membangun masyarakat, terbatasnya visi pembangunan yang berkelanjutan, dan terbatasnya ketrampilan memfasilitasi koordinasi, pertemuan dan fasilitasi menstrukturnrkan ide dan gagasan bersama masyarakat. Untuk itulah Fasilitator lapangan perlu memeiliki efektifitas penguasaan yang terus menerus mau belajar bersama masyarakat. Jika tidak maka akan ditinggalkan kelompok sasarannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar