Senin, 22 Oktober 2012

Istri Idaman Suami






Taat Kepada Suami

Seperti yang tercermin dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam shahihnya bersumber dari sahabat mulia, Abu Hurairah. Ia berkata, Rasulullah bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang istri melakukan shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga kemaluan dan taat kepada suaminya, niscaya ia masuk Surga melalui pintu-pintu Surga mana saja yang ia kehendaki.” Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’
.
Apakah dalam semua bentuk ketaatan kepada suami, sang istri berpeluang mendapatkan kemuliaan di sisi Allah?
Jawab: Tidak. Bentuk ketaatan yang akan memberikan peluang seorang istri untuk mendapatkan kemuliaan di sisi Allah adalah ketaatannya terhadap suami dalam hal yang ma’ruf (baik). Karena, Nabi pernah bersabda, “Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah. Ketaatan itu hanya dalam hal yang ma’ruf (baik).” (HR. Muslim)

Menyenangkan Hati Suami


Menyenangkan hati suami merupakan salah satu tanda kebaikan seorang istri. Abu Hurairah mengatakan, Nabi pernah ditanya, “wanita yang bagaimanakah yang baik?“ beliau menjawab,

خير النساء من تسر إذا نظر و تطيع إذا أمر و لا تخالفه في نفسها و مالها

“Sebaik-baik wanita itu ialah yang menggembirakan hati jika (suami- nya) memandang, taat jika suaminya memerintah, dan ia tidak menyelisihi suaminya pada diri dan hartanya.” (HR. al-Hakim di dalam al-Mustadrak)

Menjadi Motivator bagi Suami

Para pembaca yang budiman, kita tentu tidak asing mendengar nama Khadijah binti Khuwailid, salah seorang istri Nabi Muhammad. Dialah salah satu contoh/model seorang motivator ulung bagi suaminya. Simaklah kisah yang dibukukan oleh imam al-Bukhari dalam Shahihnya. Anda akan mendapatkan contoh sederhana tentang bagaimana Khadijah memberikan motivasi kepada suaminya. Sekelumit kisahnya, suatu saat Nabi Muhammad sekembali dari Gua Hira setelah menerima wahyu (yaitu surat al-Alaq 1-5) dalam keadaan goncang, penuh dengan rasa takut. Beliau menemui istrinya seraya mengatakan, “Selimutilah aku … selimutilah aku …!” Khadijah menyambut kedatangan suaminya dengan penuh iba dan merasa kasihan, lalu ia menyelimuti sang suami hingga rasa takutnya hilang. Sang suami menceritakan apa yang terjadi. Saat sang suami mengatakan, “Sungguh aku mengkhawatirkan terhadap diriku”, lalu berkatalah istri tercinta yang baik ini, ‘Sekali-kali tidak demi Allah, sekali-kali Allah tidak akan menyusahkan, tidak akan menghinakan, dan tidak akan menelantarkan engkau selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah orang yang gemar menyambung hubungan kekerabatan, menanggung beban anak-anak yatim, serta memikul beban orang-orang yang lemah, membantu dengan harta orang-orang yang tidak memilikinya serta memberikan kepada manusia yang mereka tidak mendapatinya selain engkau, engkau memuliakan tamu, serta menolong orang yang menolong kebenaran.

Pandai Berterima Kasih atas Kebaikan Suami

Ya, pandai berterima kasih atas kebaikan suami merupakan salah satu tips untuk mendapatkan kemuliaan di sisi Allah.

Wahai para wanita muslimah…!!! jadilah yang pandai berterima kasih kepada suami, atas kebaikan yang telah Anda dapatkan melalui dirinya. Sungguh Anda bersikap baik tatkala tetangga memberikan sesuatu kepada Anda, misalnya ia memberikan makanan atau lainnya, Anda otomatis mengatakan, “terima kasih bu.” Tidakkah juga sikap yang sangat baik ini Anda lakukan pula kepada suami Anda!!

Wahai para istri, mengapa kita sering lupa untuk berterima kasih kepada pasangan hidup kita karena kebaikan yang kita dapatkan darinya? Tidakkah Anda merasa ngeri dengan berita yang disampaikan Nabi Muhammad, “Wahai sekalian kaum wanita, bersedekahlah, karena aku diperlihatkan bahwa kalian adalah penghuni neraka terbanyak.” Para wanita itu bertanya, ‘apa sebabnya wahai Rasulullah?’ beliau menjawab: “(karena) kalian banyak melaknat, dan mengingkari suami.” (Muttafaq ‘alaih)

Ya, mengingkari keutamaan dan kebaikan suami, serta tidak melaksanakan kewajiban istri, merupakan sebab seorang istri dimasukkan ke dalam Neraka. Dengan demikian jangan mengingkari keutamaan dan kebaikan suami, pandailah berterima kasih serta laksanakan kewajiban untuk meraih kemuliaan. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya. Amien. Wallahu ‘alam bishawab.

AL-'AFUW, MAHA PEMAAF



MAKNA AL-‘AFUW SECARA BAHASA
Ibnu Fâris rahimahullah menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah meninggalkan sesuatu.[1]

Ibnul Atsîr rahimahullah berkata: "Nama Allah "al-'Afuw" adalah wazan fa'ûl dari kata al-'afwu (memaafkan) yang berarti memaafkan perbuatan dosa dan tidak menghukumnya, asal maknanya: menghapus dan menghilangkan.[2]

Al-Fairuz Abadi rahimahullah berkata: "al-'Afwu adalah permaafan dan pengampunan Allah k atas (dosa-dosa) makhluk-Nya, serta tidak memberikan siksaan kepada orang yang pantas (mendapatkannya).[3]

PENJABARAN MAKNA NAMA ALLAH AL-‘AFUW
Al-'Afuw adalah zat yang maha menghapuskan dosa-dosa dan memaafkan perbuatan-perbuatan maksiat.[4]

Syaikh `Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla :

إنَّ اللهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ

Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun [al-Hajj/22:60]

Beliau berkata: "Artinya: Dia maha memaafkan orang-orang yang berbuat dosa dengan tidak menyegerakan sikasaan bagi mereka, serta mengampuni dosa-dosa mereka. Maka Allah Azza wa Jalla menghapuskan dosa dan bekas-bekasnya dari diri mereka. Inilah sifat Allah Azza wa Jalla yang tetap dan terus ada pada zat-Nya (yang Maha Mulia), dan inilah perlakuan-Nya kepada hamba-hamba-Nya di setiap waktu, (yaitu) dengan permaafan dan pengampunan…"[5] .

Makna inilah yang dimaksud dalam doa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dibaca pada malam lailatul qadr:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau suka memaafkan (hamba-Mu), maka maafkanlah aku [6].[7]

Dalam beberapa ayat al-Qur'ân Allah Azza wa Jalla menggandengkan nama ini dengan nama-Nya yang lain yaitu "al-Ghafûr" (Maha Pengampun), seperti dalam ayat di atas, demikian pula dalam surat an-Nisâ':43 dan 99. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَكَانَ الله ُعَفُوًّا غَفُوْرًا

Dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun [an-Nisâ'/4:99]

Kedua nama Allah Azza wa Jalla yang Maha Indah ini memang memiliki makna yang hampir sama, meskipun nama Allah 'al-Afuw memiliki makna yang lebih mendalam. Karena "pengampunan" mengisyaratkan arti as-sitru (menutupi), sedangkan "pemaafan" mengisyaratkan arti al-mahwu (menghapuskan) yang artinya lebih mendalam dalam penghapusan dosa. Meskipun demikian, kedua nama Allah Azza wa Jalla ini jika disebutkan sendirian maknanya mencakup keseluruhan arti tersebut.[8]

Sifat "memaafkan" dan "mengampuni" ini adalah sifat-sifat yang tetap dan terus-menerus ada pada zat Allah yang Maha Mulia. Dan pengaruh baik sifat-sifat ini senantiasa meliputi semua makhluk-Nya di siang dan malam hari. Karena sifat "memaafkan" dan "mengampuni" (yang dimiliki)-Nya meliputi semua makhluk, dosa dan perbuatan maksiat.

Padahal, mestinya perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan manusia menjadikan mereka ditimpa berbagai macam siksaan, akan tetapi pemaafan dan pengampunan-Nya menghalangi turunnya siksaan tersebut. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَىٰ ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَٰكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيرًا

Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatan (dosa) mereka, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun, akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. [Fâthir/35:45]

Inilah kesempurnaan permaafan-Nya dan kalau bukan karena itu niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melatapun.[9]

Senada dengan ayat di atas, dalam sebuah hadits yang shahîh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada satupun yang lebih bersabar menghadapi gangguan (celaan) yang didengarnya melebihi Allah Azza wa Jalla , sungguh orang-orang (kafir) menyekutukan-Nya dan mengatakan (bahwa) Dia mempunyai anak, (tapi bersamaan dengan itu) Dia tetap memaafkan (menangguhkan siksaan) dan memberi rezki bagi mereka"[10] .

PEMBAGIAN SIFAT AL-AFUW (MEMAAFKAN) DARI ALLAH AZZA WA JALLA.
Sifat al-afw (memaafkan) ini ada dua macam:

1. Pertama: Permaafan Allah Azza wa Jalla yang bersifat umum bagi semua orang yang berbuat maksiat, dari kalangan orang-orang kafir maupun yang selain mereka. Yaitu dengan tidak menimpakan siksaan yang telah ada sebab-sebabnya, yang seharusnya menjadikan mereka terhalangi dari kenikmatan duniawi yang mereka rasakan, padahal mereka menentang-Nya dengan mencela-Nya (menisbatkan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya), menyekutukan-Nya dan melakukan berbagai macam penyimpangan lainnya. Meskipun demikian, Allah Azza wa Jalla tetap memaafkan (menangguhkan siksaan-Nya), memberi rezki dan menganugerahkan berbagai macam kenikmatan kepada mereka, yang lahir maupun batin.

2. Kedua: Permaafan dan pengampunan-Nya yang bersifat khusus bagi orang-orang yang bertobat, meminta ampun, berdoa dan menghambakan diri kepada-Nya, demikian pula bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat-Nya dengan musibah-musibah yang menimpa mereka. Maka, semua orang yang bertobat kepada-Nya dengan tobat yang nashûh [11], Allah akan mengampuni dosa apapun yang dilakukannya, baik berupa kekafiran, kefasikan maupun kemaksiatan lainnya. Semua dosa tersebut termasuk dalam keumuman firman Allah Azza wa Jalla :

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [az-Zumar/39:53][12]

PENGARUH POSITIF DAN MANFAAT MENGIMANI NAMA ALLAH "AL-AFUW"
Memahami nama Allah Azza wa Jalla yang Maha Agung ini merupakan pintu utama untuk mencapai kedudukan yang tinggi di sisi-Nya, khususnya jika setelah memahaminya dengan baik, kita berusaha merealisasikan kandungan dan konsekuensi yang terkandung di dalamnya, yaitu melakukan istighfâr (meminta ampun kepada Allah Azza wa Jalla ) secara kontinyu, meminta permaafan, selalu bertobat, mengharapkan pengampunan dan tidak berputus asa (dari rahmat-Nya). Hal itu, karena Allah Azza wa Jalla Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun, sangat mudah bagi-Nya untuk mengampuni dosa (hamba-hamba-Nya) bagaimanapun besarnya dosa dan maksiat tersebut. Maka seorang hamba senantiasa berada dalam kebaikan yang agung selama dia selalu meminta permaafan dan mengharapkan pengampunan dari Allah. [13]

Renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut:
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman: "Seorang hamba melakukan perbuatan dosa, kemudian dia berdoa: "Ya Allah ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya rabbku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa, berbuatlah sesukamu wahai hamba-Ku, maka sungguh Aku telah mengampunimu" . Yaitu: "selama kamu terus bertobat, memohon dan kembali kepada-Ku".[14]

Syaikh `Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla :

إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا

Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. [an-Nisâ'/4:43]

Beliau berkata: "Artinya: Allah memiliki banyak pemaafan dan pengampunan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan memudahkan dan meringankan syariat-Nya bagi mereka, sehingga mudah bagi mereka untuk menunaikannya dan tidak menyusahkan.

DIANTARA BENTUK PEMAAFAN ALLAH AZZA WA JALLA
Di antara bentuk permaafan dan pengampunan-Nya adalah Rahmat-Nya bagi umat ini dengan mensyariatkan bersuci dengan tanah (debu) sebagai pengganti air ketika tidak mampu menggunakan air.

Dan di antara permaafan dan pengampunan-Nya adalah Dia membukakan pintu tobat dan kembali kepada-Nya bagi orang-orang yang berbuat dosa, bahkan dia menyeru mereka untuk bertobat dan menjanjikan pengampunan bagi dosa-dosa mereka.

Di antara permaafan dan pengampunan-Nya adalah bahwa seandainya seorang Mukmin datang menghadap-Nya di akhirat nanti dengan membawa dosa sepenuh bumi, tapi dia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka Dia akan memberikan pada hamba-Nya itu pengampunan yang sepenuh bumi (pula) [16].[17]

Di antara bentuk permaafan-Nya adalah bahwa perbuatan baik dan amalan shaleh bisa menghapuskan perbuatan buruk dan dosa. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ

Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan buruk [Hûd/11:114]

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Ikutkanlah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka niscaya perbuatan baik itu akan menghapuskan perbuatan buruk tersebut. [18]

Demikian juga di antara bentuk permaafan-Nya adalah bahwa semua musibah yang menimpa pada diri seorang hamba, anak maupun hartanya, itu semua akan menghapuskan dosa-dosanya, khususnya jika hamba itu mengharapkan pahala dari musibah tersebut dan bersikap bersabar serta ridha (dengan takdir Allah Azza wa Jalla terhadap dirinya).

Dan di antara bentuk permaafan-Nya yang agung adalah bahwa hamba-Nya yang selalu menentang perintah-Nya dengan melakukan berbagai macam maksiat dan dosa besar, tapi Dia selalu berlaku lembut dan memberikan maaf-Nya kepadanya, kemudian dia melapangkan dada hamba-Nya itu untuk bertobat kepada-Nya, dan Dia pun menerima taubatnya. Bahkan Allah Azza wa Jalla bergembira dengan taubat hamba-Nya, padahal Allah Azza wa Jalla Maha Kaya lagi Maha Terpuji, tidak akan memberi manfaat bagi-Nya ketaatan orang-orang yang taat, sebagaimana tidak akan merugikan-Nya kemaksiatan orang-orang yang berbuat maksiat . [19]

PENUTUP
Sesungguhnya pintu-pintu permaafan dan pengampunan Allah Azza wa Jalla senantiasa terbuka lebar. Allah Azza wa Jalla senantiasa bersifat Maha Pemaaf dan Pengampun. Sungguh, Allah Azza wa Jalla telah menjanjikan pengampunan dan permaafan bagi orang-orang yang mengerjakan sebab-sebabnya, sebagaimana dalam firman-Nya:

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ

Dan sesungguhnya Aku benar-benar Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal shaleh kemudian tetap di jalan yang benar [Thâhâ/20:82][20]

Demikianlah, semoga Allah Azza wa Jalla menganugerahkan kepada kita permaafan-Nya dan memuliakan kita dengan pengampunan-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Mu'jamu maqâyîsil lughah 4/45
[2]. An-Nihâyah fî gharîbil hadîts wal atsar 3/524
[3]. Al-Qamûs al-Muhîth hlm. 1693
[4]. Kitab Fiqhul asmâ-il husna hlm. 142
[5]. Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 388
[6]. HR at-Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Mâjah (no. 3850), dinyatakan shahîh oleh Syaikh al-Albâni.
[7]. Lihat kitab Faidhul Qadîr 2/239
[8]. Lihat kitab Fiqhul asmâ-il husnâ hlm. 142
[9]. Ibid hlm. 143
[10]. HSR al-Bukhâri no. 5748 dan Muslim 2804 dari Abu Mûsâ al-Asy'ari Radhiyallahu anhu.
[11]. Artinya: tobat yang murni untuk mengharapkan wajah Allah Azza wa Jalla semata-mata, yang mencakup semua dosa, yang tidak disertai keragu-raguan dan sikap bersikeras pada perbuatan dosa tersebut.
[12]. Lihat kitab Fiqhul asmâil husnâ hlm. 143
[13]. Ibid hlm. 145
[14]. HSR al-Bukhâri no. 7068 dan Muslim no. 2758
[15]. Lihat kitab Fiqhul asmâil husnâ hlm. 145
[16]. Sebagaimana yang disebutkan dalam HSR Muslim no. 2687, at-Tirmidzi no. 3540 dll.
[17]. Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 103
[18]. HR at-Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153, dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albâni.
[19]. Lihat kitab Fiqhul asmâil husnâ hlm. 144
[20]. Ibid hlm. 145

Minggu, 21 Oktober 2012

Arti dan Maksud Sunnah Rasululullah - 1

"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah" ( Al Ahzab: 21 )

Disunnahkan Saat Tidur, Miring ke Kanan

"Berbaringlah diatas rusuk sebelah kananmu" ( HR. Bukhari-Muslim )
1. Mengistirahatkan otak kiri
2. Mengurangi beban Jantung
3. Mengistirahatkan lambung
4. Meningkatkan pengosongan Empedu, Pankreas
5. Meningkatkan waktu penyerapan zat gizi
6. Merangsang BAB
7. Mengistirahatkan kaki kiri

Disunnahkan Saat Makan dan Minum, Duduk

"Janganlah seorang diantara kalian minum sambil berdiri. Barang siapa yang lupa hal itu maka muntahkanlah. Lalu kami bertanya, Kalau makan?, Beliau bersabda; kalau makan sambil berdiri maka itu lebih buruk dan keji"
Dr. Ibrahim Ar-Rawi menyatakan bahwa manusia ketika berdiri dalam keadaan tertekan dan alat penyeimbang dalam syarafnya dalam keadaan sangkat aktif. Sehingga, ia melakukan kontrol penuh terhadap seluruh otot tubuh untuk melakukan keseimbangan dan berdiri tegak. Hal itu membuat manusia tidak mampu mendapat ketenangan dari organ tubuh yang berfungsi untuk aktifitas makan dan minum. Ketenangan ini hanya diraih manusia saat dalam kondisi duduk. Sebab, sejumlah otot dan syaraf dalam keadaan tenang dan santai, pancaindra normal, serta respon sistem pencernaan terhadap makanan dan minuman juga semakin baik.

Disunnahkan Saat Kencing, Duduk

Ginjal merupakan organ tubuh yang sangat penting dalam fungsinya yang begitu lengkap dalam filter darah dan jika terganggu maka akan menyebabkan banyak gangguan yang dapat menyebar kesaluran kencing .kandung kemih , prostat yang akhirnya dapt mengganggu kerja organ tubuh lainnya . Didalam Islam banyak diceritakan bagaimana menjaga ginjal ,saluran kencing dan kandung kemih agar tetap sehat. Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam banyak menunjukkan atau meriwayatkan dalam hadits . 
Nabi Muhammad menganjurkan agar kita minum air karena air sangat penting dalam ginjal, berolahraga sholat karena sholat dapat melatih organ ginjal agarmemaksimalkan fungsinya dalam memfilter darah, posisi kencing dengan jongkok ternyata sangat banyak faedahnya , pertama posisi jongkokmenyebabkan bentuk kandung kemih mendapat tekanan lembut dari otot abdominal perut dan otot paha dan otot – otot sekitar kandung kemih sehingga apabila kita kencing maka air kencing yang dikeluarkan dapat secara maksimal keluar tanpa harus kita mengejan untuk mengelurkan kencing tersebut. Tekanan pada kandung kemih otomatis akan menarik tekanan pada saluran kencing juga sehingga saluran kencing dapat secaramaksimal membantu ginjal mengeluarkan kencing dengan sempurna . posisi jongkok dapat memnbuang batu ginjal , kuman dan menyehatkan prostat juga karena faktor tekanan tersebut.